Written by Ester Pandiangan
Beberapa tahun terakhir ini gempa melanda tanah air. Jika tahun-tahun sebelumnya Nias dan kawasan Aceh tahun sekarang giliran Padang yang yang terkena guncangan. Ratusan korban berjatuhan demikian pula dengan bangunan-bangunan yang hancur lebur. Menyikapi musibah gempa yang kerap terjadi, mungkinkah rumah tahan gempa menjadi solusinya?
Prof Dr Ing Johannes Tarigan, Ketua Departemen Teknik Sipil USU saat ditemui Global mengatakan, bangunan yang roboh dikarenakan bangunan tersebut tidak kuat menahan gaya horizontal yang ditimbulkan oleh gempa. Mungkin saja sebuah bangunan dapat kuat menahan gaya gravitasi tetapi tidak mampu menahan gaya horizontal.
Penyebabnya adalah karena tiang bangunan tidak didesain dengan baik. Atau untuk lantai bertingkat tidak memiliki tiang sehingga satu sama lain melekat seperti sandwich atau juga ukuran tiang tidak memadai memikul lantai satu dengan yang lainnya. Seperti yang terjadi pada Hotel Ambacan yang roboh karena gempa di Padang.
Kekokohan suatu bangunan bisa dinilai dari desain tiang bangunan. Misalnya saja rumah satu lantai di mana tiang yang seharusnya berdiameter 12 hanya 8 saja. Mungkin kalau tidak terjadi guncangan tidak akan jadi masalah. Namun bila terjadi gempa bangunan seperti ini takutnya tidak akan tahan terhadap guncangan.“Bangun tiang yang kuat akan meminimalisir terjadinya kerusakan dan bahaya terhadap manusia,” terang Johannes.
Lebih jauh Johanne mengungkapkan, penggunaan material ringan bisa menjadi alternatif. Misalnya konsep back to nature yakni dengan menggunakan kayu atau bahkan bambu. Bila memang ada ketersediaan Johannes menilai penggunaan material kayu tidak masalah. Namun untuk bangunan tinggi tentunya mustahil untuk dilakukan.
Sebenarnya pemilihan material ringan seperti kayu dikatakan tahan terhadap gempa ini dinilai dari hukum fisika dimana gaya sama dengan massa dikali percepatan. Sehingga bila makin besar berat jenisnya maka makin besar pula gaya yang dihasilkan. Sehingga kayu lebih bisa menahan gempa ketimbang beton.
“Namun pada dasarnya menggunakan material beton atau kombinasi dengan baja aman-aman saja. Asal didesain dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan. Tidak dikurangi dengan alasan meringankan biaya.Hanya saja yang seringnya menjadi 'memberatkan' karena biayanya lebih mahal 20% hingga 30 % karena ada tambahan besi pada tiang-tiangnya,” papar Johannes.
Johannes menilai masyarakat Indonesia kurang memiliki kesadaran akan pentingnya faktor keselamatan.Asalkan murah dan tidak memerhitungkan pertimbangan ke depan. Pun sebaiknya pascagempa di Nias maupun Aceh, masyarakat ataupun pemerintah setempat dan pemilik bangunan-bangunan tinggi memeriksakan bangunannnya. Guna mengantisipasi gempa yang mungkin akan terjadi selanjutnya.
Seperti yang dilakukan Hotel Asean dan Bank Sumut pascagempa di Nias tahun yang silam. “Bila rumah sudah retak-retak akibat gempa sebaiknya penghuni segera memeriksa kepada konsultan arsitek,” imbau Johannes.
Ia juga memberi saran kepada masyarakat awam untuk berhati-hati ketika akan membangun rumah. Rumah satu lantai harus punya tiang yang baik ukuran 20 x 20, diameter besi jangan terlampau kecil standardnya 12 kalau bisa juga yang ulir atau bergerigi. Harus ada sloofnya, ring baloknya dengan perbandingan campurannya 1;2;3. “Untuk rumah tipe tipe 36, 56, 70 cukup menerapkan seperti ini,” pungkasnya.
Sumber: Harian Global
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Rumah Tahan Gempa - Tiang yang Kuat Salah Satu Faktor Utama"
Posting Komentar